Saturday, 11 July 2015

"Main-main" Basoeki Abdullah


Perayaan 100 Tahun Basoeki Abdullah memilih cara berbeda dengan maksud menarik orang-orang muda. Tak lagi sekadar diundang mengunjungi museum, orang-orang muda diajak bermain-main lewat ”Kompetisi WPAP 2015: Seabad Basoeki Abdullah”. Terlihat main-main, tetapi hasilnya bukan main.
Gambar digital karya Dahlan Transform, yang bersumber dari tiga lukisan potret karya Basoeki Abdullah dan satu foto diri Basoeki Abdullah, adalah salah satu dari ratusan gambar digital yang meramaikan Kompetisi  WPAP 2015: Seabad Basoeki Abdullah. Kompetisi yang sedang berlangsung hingga 29 Juli itu merupakan bagian dari perayaan â?oRayuan 100 Tahun Basoeki Abdullahâ? untuk mengenang sang maestro seni lukis realis itu.
ARSIP WEDHA POP ART POTRAITGambar digital karya Dahlan Transform, yang bersumber dari tiga lukisan potret karya Basoeki Abdullah dan satu foto diri Basoeki Abdullah, adalah salah satu dari ratusan gambar digital yang meramaikan Kompetisi WPAP 2015: Seabad Basoeki Abdullah. Kompetisi yang sedang berlangsung hingga 29 Juli itu merupakan bagian dari perayaan â?oRayuan 100 Tahun Basoeki Abdullahâ? untuk mengenang sang maestro seni lukis realis itu.
Raut gurat lelaki itu, sorot mata, badannya yang terbungkuk menumpu beban—seluruh sosok itu persis serupa sosok lelaki tua dalam lukisan Basoeki Abdullah, ”Lekaki Tua dan Beban” (1992). Seluruh lelah dalam karya Basoeki hadir dalam gambar digital yang ditaruh Muhammad Helmi di dinding Facebook bertajuk ”Kompetisi WPAP 2015: Seabad Basoeki Abdullah”.
Tak ada lagi dominasi warna coklat pucat yang ditoreh tangan piawai Basoeki. Yang ada justru warna-warna menyala—merah, merah jambu, kuning, ungu, hijau—tumpuk-menumpuk. Sapuan kuas rinci sang maestro digantikan oleh bentuk-bentuk geometris khas genre Wedha Pop Art Potrait (WPAP), disusun dengan aplikasi komputer untuk menggambar atau mengolah foto.
Namun, karya Muhammad Helmi tak cuma mengganti sapuan kuas Basoeki dengan bentuk geometris aneka warna. Gambar digital itu menjadi satir yang memain-mainkan karung lelaki tua Basoeki, dengan ”menamai” karung beban itu sebagai ”HUTANG RI”.
Bukan cuma Helmi yang ”nakal”. Asdar Kodop menyulap lukisan ”Diponegoro Memimpin Pertempuran” menjadi gambar bidang geometris sosok Diponegoro mengendarai motor trail sambil mengacungkan keris tinggi-tinggi.
Perupa Komunitas WPAP lainnya, Vidhu, ”meneruskan” gambar potret presiden pertama RI Soekarno. Vidhu menggambar sosok kekar berkepala Soekarno, berbadan Gatotkaca—salah satu ksatria anak Pandawa, yang dalam epos Mahabarata dikenal sebagai ksatria yang sakti mandraguna dan bisa terbang. Ronald Edy juga menggagas kepahlawanan Soekarno, menaruh wajah Soekarno di tubuh kekar berotot Superman yang jago terbang.
Karya Adam Khabibi rasanya boleh dibilang karya terkocak di dinding Facebook ”Kompetisi WPAP 2015: Seabad Basoeki Abdullah”. Perempuan penenun dalam lukisan ”Menenun” Basoeki tidak lagi menghadapi alat menenun kain, namun menjadi disk jockey cantik yang menghadapi mixersuara, komputer, dan alat pemutar cakram digital.
Imajinasi anak-anak muda Komunitas WPAP juga hadir tanpa beban. Dahlan Transform ringan mengumpulkan lukisan potret para Bapak Bangsa karya Basoeki, digambarnya menjadi deretan patung torso yang dipahatkan di bukit batu. Ya, Dahlan menyalin deretan wajah para presiden Amerika Serikat dalam Mount Rushmore National Memorial menjadi deretan wajah Basoeki Abdullah, Bung Hatta, Soeharto, dan Bung Karno. Wow....
Merayu yang muda

Digelar sejak 1 Juli lalu, ”kegaduhan” memain-mainkan karya Basoeki Abdullah menjadi gambar digital bergenre WPAP itu mengawali serangkaian perayaan seabad lahirnya Basoeki Abdullah oleh Museum Basoeki Abdullah, Jakarta. Tak cuma menjadi kemeriahan di dunia maya, perayaan bertajuk ”Rayuan 100 Tahun Basoeki Abdullah” juga akan diramaikan perhelatan seni di jagat nyata.
Sejumlah 11 perupa kontemporer akan turut dalam pameran Legacy of Java Culture: Basoeki Abdullah di Rumah Jawa Gallery pada 29 Agustus-9 September mendatang. Dua kurator Seabad Basoeki Abdullah, Mikke Susanto dan Bambang Asrini, juga merancang pameran karya-karya terbaik dan berbagai barang peninggalan Basoeki Abdullah di Museum Nasional pada 21 September-30 September nanti.
”Tantangan Rayuan 100 Tahun Basoeki Abdullah bukan cuma menjangkau publik seni rupa Indonesia untuk merayakan kebesaran Basoeki Abdullah sebagai salah satu pelukis realis terbaik Indonesia. Tantangan terbesar justru merayu generasi muda untuk mengenal Basoeki Abdullah,” kata Bambang Asrini.
WPAP yang kebanyakan anggotanya mahasiswa, pelajar, ibu rumah tangga, dan kalangan profesional termasuk ”barang baru” dunia seni rupa Indonesia. Pada 2011, WPAP menjadi salah satu komunitas yang meramaikan event seni rupa Jakarta Biennale bertema Maximum City. Mereka membuat karya portraitala WPAP bertema orang-orang terkenal di Bulungan, mulai dari almarhum Mbah Surip hingga Anto Baret. Sejak saat itu, Komunitas WPAP semakin mengenal dan dikenal dunia seni rupa kita.
Berangkat dari pengalaman Jakarta Biennale 2011 itulah, Komunitas WPAP percaya diri menyambut ajakan Museum Basoeki Abdullah membuat kompetisi bertema karya sang maestro. ”Padahal, ketika kami buat survei kecil-kecilan, kebanyakan anggota komunitas WPAP yang berumur 35 tahun tidak mengenal siapa Basoeki Abdullah, apalagi karya-karyanya,” tutur Ketua Komunitas WPAP Wijayanto ”Itock” Sukarso.
Nyatanya, sejak kompetisi itu baru diumumkan pada 29 Juni dini hari, dinding grup Facebook ”Kompetisi WPAP 2015: Seabad Basoeki Abdullah” sudah dilongok 5.500 pengguna Facebook. Dari jumlah itu, 700 pengguna sudah mendaftarkan diri menjadi anggota grup itu. Dalam dua pekan, dinding Facebook itu sudah menerima kiriman lebih dari 240 gambar digital.
Sulit menaksir berapa karya yang akan terkumpul hingga 29 Juli mendatang. Namun, kemunculan gambar-gambar digital yang cerdas memain-mainkan karya Basoeki Abdullah sudah membuat kompetisi semakin hangat, dan tentu saja membuat puluhan ribu orang muda tiba-tiba terhubung dengan hajatan ”Rayuan 100 Tahun Basoeki Abdullah”.
Lucunya, di antara limpahan karya-karya Komunitas WPAP itu, bermunculan pula gambar digital yang salah mengadaptasi lukisan palsu Basoeki Abdullah. Itu semua gara-gara terbatasnya stok foto lukisan Basoeki Abdullah yang disediakan panitia ataupun Museum Basoeki Abdullah, membuat para peminat kompetisi itu mengandalkan mesin pencari internet untuk menemukan foto lukisan Basoeki Abdullah. Termasuk foto lukisan bodong yang menyaru sebagai karya Basoeki Abdullah.
”Kami sudah menemukan banyak karya yang didasarkan atas foto lukisan bodong yang dikira peserta lukisan Basoeki Abdullah,” kata Itock.

Perintis Wedha Pop Art dan pendiri Komunitas WPAP, Wedha Abdul Rasyid, akan menjadi salah pengadil atas karya-karya bernas itu. Wedha dan para juri yang akan memilih tiga karya terbaik untuk ikut dalam pameran Rayuan 100 Tahun Basoeki Abdullah di Museum Nasional nanti. Siapakah gerangan ketiganya?

oleh Aryo Wisanggeni

http://print.kompas.com/baca/11DX8

No comments:

Post a Comment