Slum area at the river bank |
Kampoong
berasal dari kata Belanda dialih
bahasakah dari kata Kampung (Bahasa Melayu) menjadi Kampoong. Sedang diadakannya proyek
seni “Kampoong Art Attack” berangkat
dari keprihatinan terjadinya segregasi sosial akut yang menimpa masyarakat
kelas bawah dan dianggap tersisih di kota Jakarta hari ini. Dalam bentuknya yang
paling nyata adalah proses peminggiran berbagai nilai-nilai yang tumbuh secara
alamiah dan ruang berekpresinya.
Kampung-kampung,
gang-gang “tikus” atau daerah “slum” harus menerima masalah klasik berulang: kriminalitas
dan kemiskinan dalam segala hal. Dominasi politik dan ekonomi para elit
penguasa dengan terang benderang memaksa dan mengeksploitasi wong cilik. Mereka tidak lagi punya
peran dan akses untuk meningkatkan pemberdayaan diri.
Problem
perencanaan kota yang semrawut, tingkat urbanisasi yang menggila tiap tahun,
keputusan politik yang berpihak pada kelas menengah- atas, terbatasnya ruang
untuk tempat tinggal, berbagai desakan dan pengaruh investor besar tentu saja
segera menelantarkan kampung-kampung dengan masyarakatnya yang “old fashioned” tersebut.
“Kampoong”
is a Dutch word directly translated from a Malay word “kampung.” The idea of
“Kampoong Art Attack” project itself was born from the concern about the acute
social segregation that impinges on the grassroots society, which is
marginalized in Jakarta today. The most
evident indication is the marginalization process of values that are supposed
to grow naturally and the room to express them.
Kampoongs,
‘rats-alleys’, ghetto or slums area have to face recurring classic issues:
crime and poverty in every aspect. Political and economical domination of the
elite rulers transparently coerce and exploit the inferiors. They no longer
play roles in the society and have access to improve self empowerment.
Complications
like chaotic urban planning, skyrocketing annual level of urbanization,
political decisions that endorse the upper-middle class, limited space for
domicile and pressures and influences from important investors, inevitably
leave the kampongs and their ‘old-fashioned’ inhabitants neglected.
Jakarta city in clouds photo courtesy: http://www.nationalcapitals.net/jakarta-clouds-indonesia.html |
Part of "a beauty- Jakarta" seen by bird eyes angle photo courtesy: http://www.riconsulate.am/index.php?id=100 |
No comments:
Post a Comment